Minggu, 03 Juni 2012

PENGARUH INFLASI TERHADAP KEMISKINAN DI INDONESIA



1.      Pertumbuhan Ekonomi Dan Kemiskinan Di Indonesia
Pada akhir tahun tujuh puluhan orang mengenal istilah stagflation (stagnation and inflation), di mana inflasi terjadi berbarengan dengan stagnasi. Dewasa ini Indonesia menghadapi dua kondisi yang terjadi secara simultan yang sifatnya antagonistis, yakni pertumbuhan ekonomi berlangsung serentak dan kemiskinan. Dari satu segi, kondisi makro ekonomi berada dalam keadaan yang cukup meyakinkan.  
Tingkat inflasi relatif cukup terkendali pada tingkat satu digit, import-eksport berjalan cukup baik, tingkat bunga lumayan rendah dan cadangan devisa cukup tinggi untuk dapat menjamin import dalam waktu sedang, investasi cukup tinggi (angka-angkanya boleh dilihat sendiri dalam Laporan BPS, Laporan Bank Indonesia dan Nota Keuangan).
Tetapi dari segi mikro, pengangguran dan kemiskinan makin meningkat. Urbanisasi meningkat terutama dari kelompok miskin dan pengemis. Tidak hanya di Jakarta, tetapi juga disemua kota-kota besar seluruh Indonesia. Semua ini menandakan adanya kemiskinan dan sempitnya kesempatan kerja di pedesaan.
Dibandingkan dengan banyak negara lain, pertumbuhan ekonomi Indonesia tidak rendah. Bahkan ketika krisis keuangan global yang menimpa hampir semua negara, sebagai akibat dari krisis kredit perumahan (prime morgate loans) di Amerika, yang bermula pada tahun 2006 sampai tahun 2009, ekonomi Indonesia tidak mengalami goncangan yang berarti.
Kemampuan untuk meredam akibat dari keuangan ini dapat terjadi berkat kebijakan makro ekonomi yang hati-hati dan tepat, di samping kondisi keterbukaan yang memangnya tidak sebesar negara-negara tetangga seperti Singapore dan Malaysia.
Kemampuan Indonesia bertahan terhadap krisis keuangan tersebut menimbulkan keyakinan rakyat pada kemampuan pemerintah SBY Periode I, sehingga dapat memenangkan Pemilihan Umum untuk Priode II. Sayangnya keberhasilan dalam bidang ekonomi pada tataran makro ini tidak mampu menekan tingkat kemiskinan yang sejak lama sudah berlangsung.
Selama masa yang panjang, sejak beberapa dekade yang lalu, di Indonesia berlangsung proses pemiskinan desa secara berkelanjutan. Dalam Era Orde Baru dikenal kebijaksanaan peningkatan ekspor non-migas. Sub-sektor industri non migas ini menjadi prioritas utama. Berbagai fasilitas diberikan kepadanya, termasuk hak untuk membayar upah buruh rendah.
Upah buruh murah ini memang telah menjadi trade mark Indonesia dalam promosi penarikan modal asing. Asumsi yang dipakai, bahwa dengan upah buruh yang murah, maka harga pokok barang-barang yang diproduksi akan murah. Dengan demikian, produk eksport Indonesia mempunyai daya saing yang tinggi. Padahal, meskipun harga pokok mempunyai korelasi dengan daya saing, karena barang dapat dijual dengan harga murah, tetapi daya saing suatu barang tidak sekadar ditentukan oleh harga (pokok), tetapi juga oleh kualitas barang, teknik marketing , politik/ diplomasi dan lain-lain.
Agar buruh (termasuk PNS) dapat hidup, maka harga bahan makanan harus dapat dipertahankan rendah. Inilah yang menjadi tugas pokok Bulog sejak waktu itu. Jika harga bahan makanan dalam negeri naik, Bulog segera harus mengimpor dari luar negeri. Rendahnya harga bahan makanan yang note bene hasil produksi petani, mengakibatkan terjadinya proses pemiskinan petani di daerah pedesaan secara berkelanjutan.
Perbedaan dua kondisi yang yang berlangsung secara terus menerus tersebut selama masa yang panjang telah mengakibatkan semakin melebarnya ketimpangan ekonomi antar penduduk di Indonesia. Hal yang perlu diindahkan adalah, jika ketimpangan pendapatan antar penduduk sudah sangat lebar, akan terdapat kecenderungan mengaburnya pertumbuhan ekonomi sebagai ukuran dari pembangunan. Artinya, setiap kita melihat adanya pertumbuhan ekonomi yang ditunjukkan oleh peningkatan pendapatan per kapita, sulit dirasakan, pada saat yang sama boleh jadi sedang berlangsung proses pemiskinan.

2.      Inflasi Di Indonesia
Krisis moneter yang melanda negara-negara ASEAN, termasuk Indonesia, telah menyebabkan rusaknya sendi-sendi perekonomian nasional. Krisis moneter menyebabkan terjadinya imported inflation sebagai akibat dari terdepresiasinya secara tajam nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing, yang selanjutnya mengakibatkan tekanan inflasi yang berat bagi Indonesia. Fenomena inflasi di Indonesia sebenarnya semata-mata bukan merupakan suatu fenomena jangka pendek saja dan yang terjadi secara situasional, tetapi seperti halnya yang umum terjadi pada negara-negara yang sedang berkembang lainnya, masalah inflasi di Indonesia lebih pada masalah inflasi jangka panjang karena masih terdapatnya hambatan-hambatan struktural dalam perekonomian negara.
Dengan demikian, maka pembenahan masalah inflasi di Indonesia tidak cukup dilakukan dengan menggunakan instrumen-instrumen moneter saja, yang umumnya bersifat jangka pendek, tetapi juga dengan melakukan pembenahan di sektor riil, yaitu dengan target utama mengeliminasi hambatan-hambatan struktural yang ada dalam perekonomian nasional.

3.      Pengaruh Inflasi Terhadap Kemiskinan
BPS mencatat angka kemiskinan Indonesia sejak 5 tahun selalu mengalami penurunan, bisa dilihat bahwa jumlah penduduk miskin dari tahun Maret 2009-Maret 2010 berhasil turun 1,51 juta menjadi 31,02 juta atau 13,33% orang miskin.Walau mengalami penurunan, jumlah tersebut masih dianggap tinggi karena melihat kenyataan bahwa masih banyaknya jumlah masyarakat yang masig menerima subsidi untuk beras RasKin (Beras Miskin) dari pemerintah.


Kondisi di negara berkembang sendiri, banyaknya arus modal asing deras dan mengalir lancar membanjiri, namun menimbulkan masalah baru yaitu terjadinya ekses likuiditas valuta asing. Belum lagi dampak inflasi yang terjadi di karena kan volatile food price yang melanda beberapa negara berkembang yang tidak memiliki sumber daya memadai untuk mengurangi volatilitas yang secara langsung maupun tidak yang dikarenakan dampak dari adanya ketidakseimbangan gejolak perekonomian global.
Gambaran sekilas akan risiko terbesar yang dihadapi dunia di tahun bershio kelinci ini, adalah kenaikan masalah inflasi yang dipicu dari masalah likuiditas dari ketidakseimbangan global dan kenaikan harga pangan dan energi.
Tentunya kenaikan inflasi global ini jika dibiarkan akan menurunkan daya beli dan daya saing perekonomian. Berbagai cara untuk menanggulangi inflasi diserukan, seperti halnya menaikan suku bunga kebijakan (policy rate) atau kebijakan lain untuk mengelola terjadinya ekses likuiditas melalui pajak, giro wajib minimum, atau memberi disentif bagi pemodal jangka pendek. Adapun efek samping negatif dari kebijakan tersebut, yaitu ketidakseimbangan nilai tukar dan hambatan dalam ekspansi ekonomi.
Indonesia, saat ini sedang menghadapi masalah inflasi yang dinilai mulai memasuki batas level mengkuatirkan dan haruslah segera dilakukan tindakan nyata. Walau banyak pakar ekonomi berpendapat bahwa inflasi dapat diatasi dengan menaikan suku bunga acuan atau BI Rate. Tidak halnya dengan Bank Indonesia, yang belum bersedia untuk menaikkan angka BI rate dan tetap mempertahankan di kisaran level 6,5%. BI pun perpendapat inflasi yang terjadi tersebut disebabkan bukan karena faktor moneter, namun bersumber dari gangguan ketersediaan bahan pangan (supply shock) yang disebabkan anomali cuaca.
Dalam forum Devos kemarin, kesejahteraan Indonesia terkait erat dengan masalah keuangan, energi dan pangan ditambah dengan pentingnya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim dan masalah pengentasan kemiskinan.
Indonesia mempunyai banyak potensi untuk bisa meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang positif dan memuaskan di tahun 2011 ini sehinga bisa menarik banyak investor untuk berinvestasi.
Untuk masalah pangan dan energi, harus memperhatikan sisi pasokan, yaitu kenaikan produksi adalah yang paling utama untuk diupayakan dengan biaya yang se-efisien mungkin. Semua itu diseimbangkan juga dari sisi permintaan, yaitu upaya peningkatan daya beli dan daya saing yang essensial, kebijakan fiskal dan moneter.
Sumber :






BENEFIT OF ACCOUNTING FOR POVIERTY ALLEVIATION


1.         KEMISKINAN
Menurut wikipedia Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi kekurangan hal-hal yang biasa untuk dipunyai seperti makanan , pakaian , tempat berlindung dan air minum, hal-hal ini berhubungan erat dengan kualitas hidup . Kemiskinan kadang juga berarti tidak adanya akses terhadap pendidikan dan pekerjaan yang mampu mengatasi masalah kemiskinan dan mendapatkan kehormatan yang layak sebagai warga negara. Kemiskinan merupakan masalah global. Sebagian orang memahami istilah ini secara subyektif dan komparatif, sementara yang lainnya melihatnya dari segi moral dan evaluatif, dan yang lainnya lagi memahaminya dari sudut ilmiah yang telah mapan. Istilah "negara berkembang" biasanya digunakan untuk merujuk kepada negara-negara yang "miskin".
Kemiskinan dipahami dalam berbagai cara yaitu pemahaman utama mengenai :
1.      Gambaran kekurangan materi, yang biasanya mencakup kebutuhan pangan sehari-hari, sandang, perumahan, dan pelayanan kesehatan. Kemiskinan dalam arti ini dipahami sebagai situasi kelangkaan barang-barang dan pelayanan dasar.
2.      Gambaran tentang kebutuhan sosial, termasuk keterkucilan sosial, ketergantungan, dan ketidakmampuan untuk berpartisipasi dalam masyarakat. Hal ini termasuk pendidikan dan informasi. Keterkucilan sosial biasanya dibedakan dari kemiskinan, karena hal ini mencakup masalah-masalah politik dan moral, dan tidak dibatasi pada bidang ekonomi.
3.      Gambaran tentang kurangnya penghasilan dan kekayaan yang memadai. Makna "memadai" di sini sangat berbeda-beda melintasi bagian-bagian politik dan ekonomi di seluruh dunia.

2.    BEBERAPA INDIKATOR KESENJANGAN DAN KEMISKINAN

1.  Indikator Kesenjangan
Ada sejumlah cara untuk mengukur tingkat kesenjangan dalam distribusi pendapatan yang dibagi ke dalam dua kelompok pendekatan, yakni axiomatic dan stochastic dominance. Yang sering digunakan dalam literatur adalah dari kelompok pendekatan pertama dengan tiga alat ukur, yaitu the generalized entropy (GE), ukuran atkinson, dan koefisien gini. Yang paling sering dipakai adalah koefisien gini. Nilai koefisien gini berada pada selang 0 sampai dengan 1. Bila 0 : kemerataan sempurna (setiap orang mendapat porsi yang sama dari pendapatan) dan bila 1 : ketidakmerataan yang sempurna dalam pembagian pendapatan.

2.  Indikator Kemiskinan
Batas garis kemiskinan yang digunakan setiap negara ternyata berbeda-beda. Ini disebabkan karena adanya perbedaan lokasi dan standar kebutuhan hidup. Badan Pusat Statistik (BPS) menggunakan batas miskin dari besarnya rupiah yang dibelanjakan per kapita sebulan untuk memenuhi kebutuhan minimum makanan dan bukan makanan (BPS, 1994). Untuk kebutuhan minimum makanan digunakan patokan 2.100 kalori per hari. Sedangkan pengeluaran kebutuhan minimum bukan makanan meliputi pengeluaran untuk perumahan, sandang, serta aneka barang dan jasa. Dengan kata lain, BPS menggunakan 2 macam pendekatan, yaitu pendekatan kebutuhan dasar (basic needs approach) dan pendekatan Head Count Index. Pendekatan yang pertama merupakan pendekatan yang sering digunakan. Dalam metode BPS, kemiskinan dikonseptualisasikan sebagai ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar. Sedangkan Head Count Index merupakan ukuran yang menggunakan kemiskinan absolut. Jumlah penduduk miskin adalah jumlah penduduk yang berada di bawah batas yang disebut garis kemiskinan, yang merupakan nilai rupiah dari kebutuhan minimum makanan dan non makanan. Dengan demikian, garis kemiskinan terdiri dari 2 komponen, yaitu garis kemiskinan makanan (food line) dan garis kemiskinan non makanan (non food line).

3.    PENANGGULANGAN KEMISKINAN
Ada empat kebijakan dan program yang bisa dilakukan untuk penanggulangan kemiskinan tersebut yaitu :
1.    Kebijakan dan Program untuk Membuka Peluang atau Kesempatan Bagi Orang Miskin
Kebijakan ini diarahkan pada pembukaan peluang yang seluas-luasnya kepada masyarakat miskin untuk ikut berpartisipasi dalam pembangunan ekonomi. Lemahnya kemampuan ekonomi masyarakat miskin bukan berarti menutup peluang untuk berpartisipasi dalam pembangunan. Justru aktivitas ekonomi yang yang pertama kali bangkit dari keterpurukan akibat krisis adalah sektor informal yang dijalankan masyarakat miskin. Contoh programnya antara lain adalah: penyediaan sarana kesehatan bagi masyarakat miskin, sarana dan prasarana pendidikan, pemberdayaan masyarakat, pembentukan modal, dan lain-lain.
2.    Kebijakan dan Program untuk Memberdayakan Kelompok Miskin
Pemberdayaan dilaksanakan dengan pembukaan akses bagi masyarakat miskin untuk terlibat tidak hanya pada bidang ekonomi. Kemiskinan memiliki aspek yang sangat luas dan tidak hanya ekonomi sehingga penanggulangannya harus bersifat multidimensi. Politik, sosial, hukum dan kelembagaan adalah bidang-bidang yang bersentuhan dan menentukan kehidupan masyarakat miskin sehingga aksesibilitas masyarakat terhadap lembaga-lembaga tersebut dapat mendorong masyarakat untuk memberdayakan diri. Contoh programnya antara lain: penguatan pengelolaan kelompok atau organisasi sosial, keterlibatan kelompok miskin dalam proses pendidikan demokrasi, dan lain-lain.
3.    Kebijakan dan Program yang Melindungi Kelompok Miskin
Masyarakat miskin sangat rentan terhadap terjadi goncangan internal maupun eksternal. Kematian, sakit, bencana alam atau konflik sosial bisa berakibat pada semakin terpuruknya masyarakat dalam kemiskinan. Hal ini disebabkan oleh ketiadaan jaminan atau ketahanan masyarakat miskin terhadap krisis akibat goncangan yang terjadi. Kebijakan ini diarahkan untuk mengurangi penyebab terjadinya goncangan, memperkuat masyarakat miskin sehingga tahan dalam menghadapi goncangan, dan penciptaan jaminan sosial dalam masyarakat.
4.    Kebijakan dan Program untuk Memutus Pewarisan Kemiskinan Antar Generasi
Hak anak dan peranan perempuan Perempuan dan anak-anak adalah pihak yang paling lemah dalam keluarga miskin. Peran domestik menyebabkan kurangnya akses dan keterlibatan terhadap kondisi di luar lingkungan rumahnya. Pemberdayaan dan keterlibatan pada kegiatan di luar wilayah domestik akan menghilangkan diskriminasi terhadap perempuan dan anak sehingga tidak semakin terpuruk dalam lingkaran kemiskinan. Contoh programnya antara lain: pemberian bantuan sarana pendidikan untuk sekolah di daerah miskin dan beasiswa kepada anak-anak miskin, pemberian makanan tambahan, pemberdayaan perempuan melalui kegiatan produktif, dan lain-lain.

4.    KEMISKINAN DI INDONESIA DAN SOLUSI PENANGGULANGANNYA
4.1    Kondisi Kemiskinan di Indonesia

Secara harafiah, kemiskinan berasal lebih luas, kemiskinan dapat dikonotasikan sebagai suatu kondisi ketidakmampuan baik secara individu, keluarga, maupun kelompok sehingga kondisi ini rentan terhadap timbulnya permasalahan sosial. Kemiskinan telah menjadi masalah yang kronis karena berkaitan dengan kesenjangan dan pengangguran. Jadi pemecahannya pun harus terkait dan juga komprehensif dengan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Lebih jauh kemiskinan menjadi bukan sekadar masalah ekonomi tetapi masalah kemanusiaan. Hampir semua negara menghadapi masalah ini. Bahkan Amerika Serikat yang merupakan negara kaya namun masih menghadapi masalah kemiskinan. Disisi lain bagi negara-negara berkembang seperti Indonesia, kemiskinan merupakan masalah terberat yang harus dihadapi. Kemiskinan seakan sudah menjadi bagian dari takdir manusia. Namun menurut Muhammad Yunus (Penerima hadiah nobel perdamaian tahun 2006) yang ditulis dalam bukunya yang berjudul creating a world without poverty menjelaskan bahwa dunia bebas dari kemiskinan itu tidaklah mustahil. Kemiskinan bukan diciptakan oleh masyarakat miskin tapi diciptakan oleh sistem yang ada di masyarakat. Namun apabila kita semua tidak peduli terhadap kemiskinan berarti kita juga menjadi bagian dari sistem yang menciptakan kemiskinan itu sendiri.
Di  Indonesia sendiri banyak program-program yang telah berhasil mengurangi angka kemiskinan. Jika kita melihat data jumlah penduduk miskin dari tahun 1976 yang mencapai 54,2 juta (40.1%) menjadi 22,5 juta (11.3%) pada tahun 1996. Kemudian karena adanya krisis yang mendera bangsa ini efeknya mengakibatkan bertambahnya jumlah penduduk miskin sebesar 47,9% (23.4%) pada tahun 1999. Era reformasi jumlah penduduk miskin perlahan-lahan menurun menjadi 36.1 juta (16.7%) ditahun 2004.
Gambar : Jumlah penduduk miskin di Indonesia dari tahun ke tahun (BPS)

Jika kita melihat data Badan Pusat Statistik (BPS) dimulai dari tahun 2002 jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran perkapita perbulan dibawah garis kemiskinan) di Indonesia terus menurun. Data jumlah penduduk miskin pada periode Maret 2009 sampai Maret 2010 turun dari 32,53 juta (14.15%) menjadi 31,02 juta (13.33%). Menghilangkan kemiskinan bisa dikatakan sebagai sebuah mimpi tetapi mengurangi kemiskinan sekecil mungkin bisa dilakukan. Lalu langkah apa sajakah yang dilakukan oleh pemerintah, rakyat dan semua elemen untuk menanggulangi kemiskinan hingga menuju titik terendah?

4.2  Strategi menanggulangi kemiskinan di Indonesia
Dimulai dari awal orde baru, pemerintah telah melakukan berbagai upaya penanggulangan kemiskinan, baik melalui pendekatan sektoral, regional, kelembagaan, maupun strategi dan kebijakan khusus. Program-program tersebut meliputi Program Inpres Desa Tertinggal, Kredit Usaha Tani, UPPKS dan Gerdu Taskin, serta Program Kredit-kredit Mikro dari BRI.
Sementara di pemerintahan yang sedang berjalan juga menghadapi hal yang sama yaitu strategi atau cara penanggulangan kemiskinan. Perdebatan mengenai angka kemiskinan yang masih besar dan konsep penanggulangannya sekarang ini tidak diperlukan lagi. Karena hal tersebut justru akan menghabiskan waktu dan energi. Rakyat miskin kita tidak membutuhkan perdebatan retorika yang berkepanjangan. Mereka butuh suatu konsensus kebijakan kemudian diimplementasikan. Maka dari itu hal ini menjadi pekerjaaan rumah tersendiri bagi pemerintahan yang sedang berjalan. Rakyat mengharapkan suatu penajaman konsep program Penajaman program bisa juga dilakukan dengan melakukan evaluasi terhadap program dengan memperhatikan kelemahan-kelemahan yaitu kesulitan yang dihadapi dan kelebihan dari program penanggulangan kemiskinan tersebut. Tetapi pada intinya penanganan berbagai masalah di atas memerlukan strategi penanggulangan kemiskinan.  Kita banyak melihat bahwa selama ini  pemerintahan menyelesaikan dan mengadaptasikan rancangan strategi penanggulangan kemiskinan yang telah berjalan.
Kemudian hal ini dapat dilanjutkan dengan tahap pelaksanaan. Berikut ini akan dijabarkan beberapa langkah dan strategi cara penanggulangan kemiskinan yang dilakukan pemerintah :
1.    Perbaikan pada Masalah sektor Kesehatan
Masalah kesehatan menjadi sangat vital bagi semua kalangan. Kesehatan adalah kunci hidup nomor satu. Kebanyakan penduduk Indonesia rentan terhadap kemiskinan. Hidup mereka hanya sedikit diatas garis kemiskinan nasional dan mempunyai pendapatan kurang dari US$2 per hari. Pendapatan itu hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup saja (makan, minum). Sehingga dengan pendapatan yang hanya sebesar itu tidak akan cukup mengcoverage kebutuhan kesehatan. Di bidang kesehatan diupayakan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat secara makin merata melalui peningkatan jangkauan dan kualitas pelayanan kesehatan. Pemerintah telah melakukan berbagai cara untuk mengatasinya dari ASKESKIN, JAMKESMAS maupun adanya Pengobatan gratis yang dilakukan rutin. Tetapi yang menjadi masalah saat ini adalah bagaimana pelayanan masyarakat penggunan ASKESKIN yang sering kurang diutamakan, sering terjadi pembedaan dan lain sebagainya. Peta pembedaan ini menjadi masalah tersendiri yang harus segera diselesaikan.
Mungkin kita juga kurang melihat dan mengerti bahwa pada kenyataannya kesehatan masyarakat itu bisa dilihat dari sistem sanitasi rumahnya. Pemerintah selama ini kurang memperhatikan faktor ini. Hal ini  bisa dilihat dari kasuks krisis penyediaan fasilitas sanitasi. Anggaran dari pemerintah belum bisa menghandle adanya pembangunan sanitasi yang baik. Efeknya bisa dilihat dari penduduk miskin yang cenderung menggunakan air dari sungai yang telah tercemar. Bahkan di Ibukota atau di kora-kota besar tempat tinggal mereka cenderung berada di tempat pembuangan limbah. Maka dari itu ada beberapa pilihan untuk mengatasinya dari mengadakan suatu konsensus nasional untuk membahas mengenai pembiayaan fasilitas sanitasi dan mendorong pemerintah daerah untuk membangun fasilitas tersbut melalui dana alokasi khususnya (DAK) Untuk keseluruhan solusinya harus ada pengkajian ulang mengenai anggaran dan kebijakan yang fokus pada masalah kesehatan dan sanitasi. Proporsi anggaran APBN harus bisa menjadikan pemecah masalah ini. Pembangunan sarana-prasarana yang baik sejatinya terus dilakukan dengan diimbangi dengan kesadaran sosial masyarakat akan arti pentingnya kesehatan.
Dengan peningkatan mutu kesehatan, rakyat lebih mampu berperan serta secara aktif dalam pembangunan sehingga pendapatannya juga meningkat.

2.      Perbaikan pada Masalah Sektor Pendidikan
Salah satu langkah dari strategi dan cara menanggulangi kemiskinan adalah perbaikan atas kualitas pendidikan. Menurut saya, Indonesia telah mencapai hasil yang memuaskan dalam meningkatkan partisipasi di tingkat pendidikan dasar 9tahunnya. Hanya saja masih ada keluarga miskin yang terpaksa tidak bisa melanjutkan sekolah dan efeknya keluar dari sekolah. Penyebab yang utama dari masalah diatas adalah mahalnya biaya pendidikan yang juga diikuti oleh buruknya kualitas pendidikan. Kedua kondisi itu merupakan potret nyata dunia pendidikan kita. Lihat saja pada masa 1970-1980an kita mengirim banyak tenaga ahli ke Malaysia dan Singapura untuk menjadi tenaga pendidik disana. Tetapi kondisi itu berbalik arah dengan yang terjadi sekarang. Justru orang-orang Singapura dan Malaysialah yang datang ke Indonesia untuk menjadi tenaga pengajar atau mahasiswa Indonesia yang banyak meneruskan kuliah disana. Pemerintah dapat memperbaiki kualitas pendidikan dan mencegah terputusnya pendidikan masyarakat miskin dengan cara :
1.    Membantu pembiayaan pendidikan yang bertumpu pada peran sekolah.
Langkah tersebut bisa dilakukan melalu penyediaan dana bantuan pendidikan bagi masyarakat miskin. Dana pendidikan yang berasal dari pemerintah pusat bisa disesuaikan dengan kebutuhan pendidikan didaerah. Penyaluran dana itu bisa dalam bentuk dana alokasi khusus (DAK) Peranan ini kemudian menjadi satu target untuk membantu sekolah-sekolah didaerah yang menyediakan pendidikan bagi masyarakat miskin serta tidak dapat memenuhi standar yang dibutuhkan. Tetapi harus ada sinergi antara pemberian dana bantuan dan kondisi perbaikan mutu pendidikan sekolah. Maka dari sinergi keduanya akan meningkatkan kualitas pendidikan Indonesia.

2.  Penyediaan sarana prasarana pendidikan
Sering kita melihat dilayar televisi banyak gedung sekolah yang kurang terurus padahal anggaran pendidikan di negara kita mencapai 20%. Banyak berita yang melansir adanya buruknya gedung sekolah, ambruknya gedung sekolah telah menyadarkan kita. Betapa buruknya kualitas sarana-prasarananya. Pemerintah hanya mengembar-ngemborkan anggaran pendidikan yang mencapai 20% . Jika melihat gedung sekolah yang ambruk dan lokasi tak jauh dari Istana presiden itu menjadi tamparan keras bagi pemerintah. Apa yang salah?
Sekarang kita tidak perlu mencari-cari penyebab kesalahan dari masalah ini. Penyelesaian dan solusi menjadi hal yang harus kita bicarakan bersama. Banyaknya permasalahan sarana dan prasarana sekolah harus menjadi fokus utama sekolah. Bangunan sekolah menjadi suatu tempat peneduh bagi para anak sekolah. Perlunya penanganan dan bantuan perbaikan gedung sekolah seharusnya menjadi prioritas utama. Tetapi kenyataannya tidak, sekolah yang bangunannya ambruk dan meminta bantuan pada pemerintah melalui dinas pendidikannya mendapat respon yang lambat. Kalau saja prosedur yang salah atau prosedur yang complicated? Kenapa hal ini harus terjadi?
Solusi utama adanya pembiayaan sarana dan prasarana juga harus masuk kedalam ranah anggaran pendidikan. Menurut saya, selama ini yang salah bukan pemerintah. Tetapi sistem yang ada. Misalnya mengenai sistem dan prosedur meminta bantuan perbaikan sarana prasarana yang seharusnya itu mudah dan cepat terealisasikan justru malah menjadi sebaliknya dan memunculkan masalah-masalah baru. Pembenahan pada sistem harus segera dibenahi serta adanya kesadaran dari masing-masing pihak yang kemudian keduanya menjadi solusi utamanya.
Guna menjamin keberhasilan berbagai program di atas, sarana dan prasarana pendidikan, seperti gedung sekolah dan laboratorium, terus ditingkatkan dan lebih didayagunakan. Gedung sekolah yang sudah ambruk sudah sewajarnya diperbaiki melalui dana pemerintah ditambah swadaya masyarakat.
Peningkatan kualitas tenaga pengajar cukup memberikan pengaruh yang signifikan terhadap keberhasilan pendidikan di Indonesia. Adanya tenaga pendidik yang profesional dan kapabel akan memberikan efek positif terhadap kualitas sumber daya manusiannya. Diantara dari sekian banyak program peningkatan kualitas tenaga pengajar yang paling penting dan terkenal adalah sertifikasi. Sertifikasi banyak efek positif dan negatifnya. Tetapi disini saya memandang bahwa sertifikasi itu merupakan stimulus bagi tenaga pendidik untuk menjadi yang lebih baik. Hal ini bisa dilihat dari syarat untuk sertifikasi, tenaga pendidik yang tidak memenuhi syarat tersebut tidak akan lolos sertifikasi. Tetapi yang menjadi pertanyaan seberapa signifikankah program sertifikasi menjadikan peningkatan kualitas tenaga pendidik dalam mencetak sumber daya manusia yang berkualitas? Jawabannya adalah tergantung pada masing-masing tenaga pendidik. Sejatinya mereka harus sadar akan peranan vitalnya nya dalam pembangunan sumber daya manusia. Tanpa menyalahkan program sertifikasi bahwa hal tersebut merupakan suatu bentuk pemborosan anggaran, tetapi itulah stimulus yang efektif untuk meningkatkan kualitas tenaga pendidik. Disamping melalui berbagai pendidikan dan latihan (diklat) tenaga pendidik. Pendidikan dan pembinaan guru serta tenaga pendidikan lainnya, termasuk tenaga pendidikan di luar sekolah, ditingkatkan mutunya  dan pelaksanaannya diselenggarakan secara terpadu.

3.    Perbaikan Kualitas Jalan dan Listrik Khususnya bagi Pedesaan

Berbagai pengalaman di negara-negara seperti China, Vietnam dan juga di Indonesia sendiri menunjukkan bahwa pembangunan jalan di area pedesaan merupakan salah satu cara yang efektif dalam mengurangi kemiskinan. Jalan nasional dan jalan provinsi di Indonesia relatif dalam keadaan yang baik. Tetapi, setengah dari jalan kabupaten berada dalam kondisi yang buruk. Sementara itu lima persen dari populasi, yang berarti sekitar 11 juta orang, tidak mendapatkan akses jalan untuk setahun penuh. Hal yang sama dapat terlihat pada penyediaan listrik. Saat ini masih ada sekitar 6000 desa orang belum menikmati tenaga listrik (Data BPS). Meskipun permasalahan tersebut sangat kompleks dan rumit, namun solusinya bisa terlihat jelas :
1.  Menjalankan program skala besar untuk membangun jalan pedesaan dan di tingkat kabupaten. Program pembangunan jalan tersebut juga dapat meningkatkan penghasilan bagi masyarakat miskin dan mengurangi pengeluaran mereka, disamping memberikan stimulasi pertumbuhan pada umumnya. Berbicara mengenai solusi pembiayaannya, program tersebut bisa dibiayai melalui Dana Alokasi Khusus (DAK). Dana pembangunan yang ada harus ditargetkan pada daerah-daerah yang mempunyai kondisi dan kualitas jalan yang buruk. Hal ini bisa dilihat dari peta lokasi kemiskinan dan peta kondisi halan yang keduanya menjadu alat untuk mengidentifikasi peta kondisi jalan. Tidak luap masyarakat setempat harus dilibatkan agar hasilnya dapat sesuai dengan kebutuhan mereka yang kemudian menjamin tersedianya pemeliharaan jalan secara lebih baik.
2.  Menjalankan strategi pembangunan fasilitas listrik pada desa-desa yang belum menikmati tenaga listrik. Kompetisi pada sektor kelistrikan harus ditingkatkan dengan memperbolehkan perusahaan penyedia jasa kelistrikan untuk menjual tenaga listrik yang mereka hasilkan kepada PLN. Akses pada jaringan yang dimiliki PLN juga patut dibuka dalam rangka meningkatkan kompetisi tersebut. Penyusunan rencana pelaksanaan dengan lebih terinci atas dua skema subsidi yang ada sangatlah diperlukan, untuk menjamin subsidi tersebut tidak menghambat penyediaan listrik secara lebih luas.

4.    Membangun Lembaga-Lembaga Pembiayaan Mikro yang Memberi Manfaat pada Penduduk Miskin

Data BPS menunjukkan bahwa sekitar 50 persen rumah tangga tidak memiliki akses yang baik terhadap lembaga pembiayaan, sementara hanya 40 persen yang memiliki rekening tabungan. Kondisi ini terlihat lebih parah di daerah pedesaan. Solusinya bukanlah dengan memberikan pinjaman bersubsidi ataupun berbiaya. Melihat kenyataannya rakyat miskin cenderung tidak mau meminta pinjaman dari Bank dan justru meminjam uang dari bank plecit yang transaksinya dilakukan dengan cara door to door.  Padahal bank plecit  tersebut biasanya memberikan biaya pinjaman yang lebih tinggi daripada Bank. Maka dari itulah dibentuklah lembaga pembiayaan mikro (LPM). Solusi yang lebih tepat adalah memanfaaatkan dan mendorong pemberian kredit dari bank-bank komersial kepada lembaga-lembaga pembiayaan mikro tersebut. Berbagai langkah penting yang dapat diambil untuk meningkatkan akses penduduk miskin atas kredit pembiayaan adalah:
1.  Membangun hubungan antara sektor perbankan dengan LPM, misalnya dengan memberikan kesempatan bagi BKD untuk menjadi agen untuk bank-bank komersial dalam menghimpun dan menyalurkan dana.
2.  Mengesahkan revisi Undang-Undang Koperasi guna memberikan kerangka hukum yang lebih baik untuk pengembangan pembiayaan mikro, termasuk mewajibkan adanya audit dan pengawasan eksternal bagi koperasi simpan pinjam.

5.         Memberikan Lebih Banyak Dana untuk Daerah-Daerah Miskin
Kesenjangan antar daerah di Indonesia sangatlah terasa. Hal tersebut bisa terlihat pada kedua daerah yaitu : Jakarta dengan Kupang. Kondisi itu menjelaskan adanya pemerintah daerah terkaya di Indonesia mempunyai pendapatan per penduduk 46 kali lebih tinggi dari pemerintah di daerah termiskin. Akibatnya pemerintah daerah yang miskin sering tidak dapat menyediakan pelayanan yang mencukupi, baik dari segi kuantitas maupun kualitas. Pemberian dana yang terarah dengan baik dapat membantu masalah ini. Untuk memecahkan masalah tersebut, pemerintah dapat melakukan beberapa langkah (Indonesian Brief Policy) seperti :
1.  Memperbaiki formulasi Dana Alokasi Umum (DAU) agar memungkinkan pemerintah daerah dapat menyediakan pelayanan dasar yang cukup baik. DAU dimaksudkan untuk membantu kesenjangan keuangan antar daerah berdasarkan formula yang memperhitungkan tingkat kemiskinan, luas wilayah, jumlah penduduk, biaya hidup dan kapasitas fiskal. Tetapi pada kenyataannya, dana ini masih dialokasikan berdasar pola pengeluaran pada tahun-tahun sebelumnya. Untuk itu penetapan besar DAU harus lebih banyak didasarkan formula di atas, bahkan dengan memberikan porsi yang lebih besar pada tingkat kemiskinan.
2.  Meningkatkan pemberian Dana Alokasi Khusus untuk menunjang target program nasional pengentasan kemiskinan. DAK dapat menjadi insentif bagi pemerintah daerah untuk memenuhi target penurunan tingkat kemiskinan. Oleh karena itu DAK harus ditingkatkan fungsinya dan dikaitkan dengan program pengentasan kemiskinan, termasuk infrastruktur di daerah pedesaan, kesehatan, pendidikan, serta penyediaan air bersih dan sanitasi. Daerah yang lebih miskin harus dapat menerima DAK yang lebih besar, mengingat DAU belum dapat memperkecil kesenjangan pembiayaan antar daerah. Peningkatan DAK dapat dilakukan dengan memotong anggaran pemerintah pusat di daerah melalui departemen teknis, yang selama ini dikenal sebagai Daftar Isian Proyek (DIP).

6.    Merancang Perlindungan Sosial yang Lebih Tepat Sasaran       
Program perlindungan yang tersedia saat ini, seperti beras untuk orang miskin serta subsidi bahan bakar dan listrik, dapat dikatakan belum mencapai sasaran dengan baik. Pada tahun 2004, pemerintah Indonesia mengeluarkan Rp 74 trilliun untuk perlindungan sosial. Angka ini lebih besar dari pengeluaran di bidang kesehatan dan pendidikan. Sayangnya, hanya 10 persen yang dapat dinikmati oleh penduduk miskin, sementara sekitar Rp60 trilliun lebih banyak dinikmati oleh masyarakat mampu. Secara rata-rata, rumah tangga miskin hanya memperoleh subsidi sebesar Rp12.000 untuk beras dan Rp 9.000 untuk minyak tanah setiap bulannya. Pemerintah dapat menjalankan program bantuan dengan menggunakan peta kemiskinan memberikan informasi mengenai kecamatan-kecamatan termiskin yang patut mendapatkan bantuan. Bantuan perlindungan sosial bisa berupa 9 kebutuhan pokok atau sembako.

Referensi : http://mutosagala.wordpress.com/2012/05/08/kemiskinan-di-indonesia-dan-solusi-penanggulangannya/